Bank umum adalah lembaga keuangan
yang memberikan jasa-jasa keuangan. Bank sebagai financial intermediary
mempunyai peran yang penting dalam perekonomian. Pengelolaan bank membutuhkan
adanya keterpaduan antara dua kepentingan/tujuan. Bank sebagai lembaga yang
mencari keuntungan, juga harus memepertimbangkan masalah keamanan dan
likuiditas. Semakin likuid sebuah assets akan semakin kecil yang bisa
dihasilkan oleh aset tersebut. Bank harus mempertimbangkan trade off antara
likuiditas dan profitabilitasnya.
Dalam pengelolaan bank harus
dipertimbangkan jangka waktunya dan juga harus mempertimbangkan tujuan yang
akan dicapai baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Dalam
jangka pendek bank bertujuan memelihara likuiditasnya sedangkan tujuan jangka
panjang nya adalah mencari keuntungan. Dalam mengelola likuiditas ini bank
membedakan antara rekening yang bisa dikendalikan maupun yang tidak bisa
dikendalikan. Rekening yang tidak bisa dikendalikan oleh bank meliputi simpanan
para nasabah, pinjaman para nasabah dan cek yang akan diuangkan. Rekening ini
tidak dapat dikendalikan oleh bank kapan akan dilakukan penarikan dana oleh
para nasabah dan berapa banyak nasabah yang akan menabung. Sedangkan rekening
yang bisa dikendalikan adalah rekening deposito dan surat berharga jangka
pendek. Bank dapat mengatur kapan sebaiknya membeli surat berharga dan berapa
banyak.
Pencapaian tujuan bank baik jangka
pendek maupun jangka panjang ditentukan oleh beberapa faktor falsafah yang
dipakai oleh bank tersebut, biaya minimum, dan faktor lain. Dalam pengelolaan
bank falsafah yang dianut ada 2 macam yaitu pola agresif dan pola konservatif.
Pola agresif lebih menekankan pada tujuan pencapaian keuntungan, lebih menyukai
adanya resiko sedangkan pola konservatif lebih menyukai tidak adanya resiko
sehingga likuiditas bank akan aman. Dalam hal ini bank lebih menekankan pada
penggunaan dana intern daripada mengandalkan pinjaman dari luar. Pola
konservatif lebih mengutamakan keamanan daripada profitabilitasnya.
Bank umum (komersial + syariah):
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberi-kan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Pengertian bank menurut
Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7
tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.
Di Indonesia, menurut jenisnya bank
terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank konvensional dapat
didefinisikan seperti pada pengertian bank umum pada pasal 1 ayat 3
Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dengan menghilangkan kalimat “dan atau
berdasarkan prinsip syariah”, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
• Bank
Konvensional
1. Pada
bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan
berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah
diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku
bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan
pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya
murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut
terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional
berfungsi sebagai lembaga perantara saja
2. Tidak
adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan
Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang
3. Sistem
bunga:
•
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung
untuk pihak Bank
•
Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
•
Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat
ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
•
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
•
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang
dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
Dalam
prakteknya bank dibagi dalam beberapa jenis. Perbedaan jenis bank dapat dilihat
dari segi fungsi, serta kepemilikannya.
Dilihat
dari segi fungsinya, bank dibedakan berdasarkan luasnya kegiatan atau jumlah
produk yang dapat ditawarkan serta jangkauan wilayah operasinya.
1.
Bank Sentral, merupakan bank yang mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan
dengan dunia perbankan dan dunia keuangan disuatu negara. Disetiap negara hanya
ada satu bank sentral yang dibantu oleh cabang-cabangnya.
2.
Bank Umum, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secdara konvensional
dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
3.
Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Dilihat
dari segi kepemilikannya, bank dibedakan dari segi kepemilikkan sahamnya
1.
Bank milik negara (pemerintah), merupakan bank yang akte pendirian dan modal
bank ini sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga seluruh
keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah.
2.
Bank milik swasta nasional, merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar
sahamnya dimiliki oleh swasta nasional.
3.
Bank milik koperasi, merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh
perusahaan yang berbadan hokum koperasi.
4.
Bank milik asing, merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri, baik milik
swasta asing maupun pemerintah asing.
5.
Bank milik campuran, merupakan bank yang kepemilikannya sahamnya campuran
antara pihak asing dan pihak swasta nasional.
Dilihat
dari segi kemampuannya melayani masyarakat, bank umum dapat dibagi ke dalam:
1.
Bank Devisa, merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri
atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara menyeluruh.
2.
Bank non Devisa, merupakan bank yang mempunyai izin untuk melaksanakan
transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksankan transaksi
seperti halnya bank devisa.
Dilihat
dari segi kegiatannya :
1.
Bank Retail
2.
Bank Korporasi
3.
Bank komersial
4.
Bank Pedesaan
5.
Bank Pembangunan
Dilihat
dari segi caranya menetukan harga, baik harga jual maupun harga beli:
1.
Bank berdasarkan prinsip konvensional (Barat)
2.
Bank berdasarkan prinsip Syariah (Islam)
Usaha
Bank Umum meliputi :
a.
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka,
sertifikat
deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b.
memberikan kredit;
c.
menerbitkan surat pengakuan hutang
d.
membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan
atas
perintah
nasabahnya
Kegiatan
Bank Konvensional secara lengkap meliputi kegiatan sebagai berikut :
1. Menghimpun Dana (Funding)
Kegiatan menghimpun dana merupakan
kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal juga dengan
kegiatan funding. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan
berbagai jenis simpanan. Simpanan sering disebut dengan nama reke¬ning atau
account. Jenis-jenis simpanan yang ada dewasa ini adalah:
a. Simpanan
Giro (Demand Deposit),
b. Simpanan
Tabungan (Saving Deposit),
c. Simpanan
Deposito (Time Deposit),
2. Menyalurkan Dana (Lending)
Sebelum kredit dikucurkan bank
terlebih dulu menilai kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Kelayakan
ini meliputi berbagai aspek penilaian. Penerima kredit akan dikenakan bunga
kredit yang besarnya tergantung dari bank yang menyalurkannya. Besar kecilnya
bunga kredit sangat mempengaruhi keuntungan bank, mengingat keuntungan utama
bank adalah dari selisih bunga kredit dengan bunga simpanan. Secara umum
jenis-jenis kredit yang ditawarkan meliputi :
a. Kredit
Investasi,
b. Kredit
Modal Kerja,
c. Kredit
Perdagangan
d. Kredit
Produktif,
e. Kredit
Konsumtif,
f. Kredit
Profesi
3. Memberikan jasa- jasa Bank Lainnya
(Services)
Jasa-jasa bank lainnya merupakan
kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan
menyalurkan dana. Sekalipun sebagai kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat
banyak memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah, bahkan dewasa ini kegiatan
ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan bank,
apalagi keuntungan dari spread based semakin mengecil, bahkan cenderung negatif
spread (bunga sim¬panan lebih besar dari bunga kredit).
Semakin lengkap jasa-jasa bank yang
dapat dilayani oleh suatu bank maka akan semakin baik. Kelengkapan
ini ditentukan dari permodalan bank serta kesiapan bank dalam
menyediakan SDM yang handal. Disamping itu ,juga perlu didukung oleh
kecanggihan teknologi yang dimilikinya. Dalam praktiknya jasa-jasa bank yang
ditawarkan meliputi :
a. Kiriman
Uang (Transfer)
b. Kliring
(Clearing)
c. Inkaso
(Collection)
d. Safe
Deposit Box
e. Bank
Card (Kartu kredit)
f. Bank
Notes
g. Bank
Garansi
h. Bank
Draft
i. Letter
of Credit (L/C)
j. Cek
Wisata (Travellers Cheque)
k. Menerima
setoran-setoran.
l. Melayani
pembayaran-pembayaran.
m. Bermain
di dalam pasar modal.
. FUNGSI BANK
Fungsi-fungsi
bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan
bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1.
Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum
adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan
(kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan
fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau
menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum
menciptakan uang giral.
2.
Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga
sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini
dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa
yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal
adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas
pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan
nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
3.
Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun
oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas
giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya
yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh
lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana
simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang
membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.
4.
Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan
untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi
barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua
pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak,
budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang
beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian
transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak
yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah,
cepat, dan murah.
5.
Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga
adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum.
Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti
perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank
untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang
semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan
sekuritas atau surat-surat berharga.
6.
Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa
lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat
membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui
atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
TUGAS BANK
Tugas Bank sebagai lembaga keuangan
adalah mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana
tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan.Bank merupakan sektor yang sangat
penting dan berpengaruh dalam dunia usaha. Seperti kita ketahui bahwa hingga
saat ini masih banyak terdapat kelompok-kelompok masyarakat ekonomi lemah
terutama di pedesaan yang memerlukan bantuan kredit untuk modal kerja bagi
kegiatan produksinya.
Lembaga perkreditan di Indonesia
mempunyai fungsi sebagai alat penggerak bagi kehidupan ekonomi rakyat. Dengan
adanya Bank Perkreditan Rakyat, Rakyat Indonesia untuk berusaha meningkatkan
taraf hidupnya. Dengan demikian bank merupakan salah satu alat yang menunjang
keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi.
PENYALURAN DANA KEGIATAN
PENGALOKASIAN DANA
Pengalokasian dana à tau menyalurkan
kembali dana yang telah dihimpun kepada masyarakat yang membutuhkan dalam
bentuk pinjaman KREDIT (prinsip konvensional), Penggunaan Dana Bank dalam suatu
bank pendapatan terbesar adalah pendapatan bunga dari penyaluran kredit.
Sehingga hal ini menyebabkan banyak bank berlomba-lomba meningkatkan penyaluran
kreditnya dan akhirnya berdampak pada perkembangan modal. Peningkatan modal ini
dapat mempertahankan keberadaan bank itu sendiri, tetapi yang dapat
mempengaruhi perkembangan modal ini bukan saja dari penyaluran kredit saja
tetapi dari beban bank yang dapat berdampak buruk terhadap perkembangan modal.
Pertama bagaimana pengaruh
penyaluran kredit terhadap perkembangan modal , kedua Bagaimana pengaruh beban
operasional termasuk NPL dari penyaluran kredit terhadap perkembangan modal
.dapat diambil kesimpulan bahwa penyaluran kredit dapat mempengaruhi
perkembangan modal karena hasil dari penyaluran kredit bank memperoleh
pendapatan bunga yang cukup tinggi. Sehingga hal ini dapat meningkatkan laba
dan akhirnya modal. Maka dalam hal ini modal dapat terus meningkat dan ada hal
lain yang dapat mempengaruhi modal yaitu pihak bank bisa melakukan efisiensi
biaya. Kata Kunci : penyaluran kredit, pendapatan, beban, NPL, laba, modal.
Dalam prakteknya, jika bank
meningkatkan tingkat suku bunga penyaluran kreditnya dan dalam penyaluran
kreditnya tidak efisien bukan tidak mungkin berujung pada kredit macet atau
NPL. Tingginya NPL menyebabkan tingginya biaya operasional bank yang kemudian
berpotensi menurunkan laba bank hal ini tentu akan berdampak pada berkurangnya
kemampuan bank untuk meningkatkan modalnya. Untuk mengantisipasi dampak
tersebut bank dalam memberikan kredit mempunyai beberapa aturan ketat yang
harus dilaksanakan dan ditaati oleh calon debitur, dan dalam hal ini bank
memakai pelaksanaan prinsip prudential banking yang merupakan strategi yang
harus dilakukan bank Dana yang berhasil dihimpun oleh bank justru akan menjadi
beban apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha alokasi untuk tujuan-tujuan
yang produktif. Dana yang telah dihimpun bukanlah dana yang semuanya murah tapi
sebagian besar adlah dana dari deposan yang menimbulkan kewajiban bagi bank
untuk membayar imbal jasa berupa
bunga. Berdasarkan kebutuhan itu dan juga
untuk memperoleh penerimaan bank dalam rangka menutup biaya-biaya lain serta
mendapatkan keuntungan, maka bank berusaha mengalokasikan dananya dalam
berbagai bentuk aktiva dengan berbagai macam pertimbangan.
Pertimbangan penggunaan dana Sebelum
bank memutuskan untuk memilih suatu bentuk aktiva tertentu dalam pengalokasian
dana yang telah berhasil dihimpun, banyak hal yang harus dipertimbangkan. Dalam
pertimbangan tersebut terdapat tiga hal utama yang selalu menjadi perhatian
bank yaitu risiko,hasil,dan jangka waktu.
1.
Risiko dan hasil : Pada dasarnya bank menginginkan bentuk aktiva yang berisiko
serendah mungkin namun dapat menghasilkan penerimaan atau rate of return
setinggi mungkin.
2.
Jangka waktu dan likuiditas : Dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank
menyangkut berbagai macam jangka waktu pengembaliannya. Di samping itu, bank
juga memerlukan barbagai bentuk aktiva disesuaikan dengan keperluan kegiatan
usahanya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut,
bank memilih berbagai macam bentuk aktiva dengan memprtimbangkan jangka waktu
aktiva tersebut dapat dijadikan alat likuid. Alternatif penggunaan dana Secara
lebih rinci, alokasi dari dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank dapat
dalam bentuk-bentuk berikut ini :
a)
Cadangan likuiditas sesuai dengan namanya, aktiva ini terutama ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek. Sebagai konsekuensinya, risiko
dari aktiva ini tergolong rendah dan bank tidak dapat terlalu banyak
mengharapkan adanya penerimaan dalam jumlah yang tinggi dari aktiva ini, bahkan
kadang-kadang aktiva ini disebut aktiva yang tidak produktif(idle fund).
Cadangan likuiditas ini terdiri atas dua kategori,yaitu: 1. Cadangan primer
(primary reserves) 2. Cadangan sekunder
b)
penyaluran kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu.
c)
investasi alokasi dana pada aktiva dengan rate of return yang cukup tinggi
selain dapat berupa penyaluran kredit, dapat juga berupa investasi. Investasi
dapat berupa penanaman dana dalam surat-surat berharga jangka menengah dan
panjang, atau berupa penyertaan langsung pada badan usaha lain. Seperti halnya
penyaluran kredit, karena rate of return dari aktiva ini relatif tinggi atau
dengan kata lain investasi ini tergolong aktiva produktif, maka aktiva ini juga
mengandung risiko yang relatif lebih tinggi juga dibandingkan cadangan primer
dan sekunder.
d)
aktiva tetap dan inventoris aktiva tetap dan inventoris tergolong sebagai
aktiva yang tidak produktif dalam menghasilkan penerimaan dan oleh bank
indonesia dipandang sebagai aktiva yang resikonya cukup tinggi. Risiko ini
dikaitkan dengan kemungkinan rusak, terbakar, atau hilangnya dari aktiva tetap
dan inventaris.
MASALAH PENYALURAN DANA DI BANK
KONVENSIONAL
Melihat perkembangan bank yang
semakin pesat serta mengingat banyaknya nasabah kredit, maka semua itu
dibutuhkan pengawasan yang optimal untuk meminimalkan resiko terjadinya kredit
macet. Oleh karena itu tidaklah mudah berbisnis di dunia perbankan, banyak
kendala dan resiko-resiko yang harus dihadapi, terutama pada kegiatan
penyaluran kredit. Kredit bermasalah tidak dapat dihindari secara mutlak, akan
tetapi setiap bank harus tetap berusaha untuk menekan sekecil mungkin
resiko-resiko terjadinya kredit bermasalah.
Risiko
dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, tanpa
adanya keberanian untuk mengambil risiko maka tidak akan pernah ada bank, dalam
artian bahwa bank muncul karena keberanian untuk berisiko dan bahkan bank mampu
bertahan karena berani mengambil risiko. Namun jika risiko tersebut tidak
dikelola dengan baik, bank dapat mengalami kegagalan bahkan pada akhirnya
mengalami kebangkrutan.
Risiko, khususnya di dalam konteks
bisnis (red Bank dan lembaga keuangan), tidaklah selalu mewakili sesuatu hal
yang buruk. Kenyataannya Risiko bisa mengandung di dalamnya suatu peluang yang
sangat besar bagi mereka yang mampu mengelolanya dengan baik.
Hal itu mungkin yang
melatarbelakangi mengapa kalimat “Saya akan ambil Risiko tersebut,” dalam
bahasa Inggris lebih banyak dinyatakan dengan, I will take that chance. Secara
sederhana J.P Morgan mengartikan risiko sebagai suatu ketidak pastian dari Net
Return yang terjadi, atau secara komprehensif risiko merupakan suatu potensi terjadinya
peristiwa (event) yang dapat memberikan pengaruh negatif terhadap nilai suatu
portofolio aset yang dapat diukur dengan probabilitas tertentu dalam rentang
waktu yang diketahui. Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa gampangnya
risiko hari ini bisa diterjemahkan sebagai potensi kerugian esok hari, akan
tetapi malangnya, risiko tidaklah bisa diukur seperti menghitung pendapatan dan
biaya yang harus dikeluarkan bank karena risiko tidaklah bersifat “tangible”.
Pengukuran risiko lebih merupakan hal yang konseptual dan merupakan tantangan
dalam menerapkan praktik perbankan berbasis risiko. Jadi untuk menilai risiko
yang “intangible”, mendefinisikannya dengan benar merupakan suatu keharusan
yang tidak dapat ditawar-tawar. Risiko-Risiko Bank. Bank Indonesia melalui PBI
5/8/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, menjelaskan
defenisi risiko-risiko yang harus dihadapi Bank dalam aktivitas bisnisnya,
walaupun mengadopsi Basel II namun terdapat perbedaan mengenai definisi
tersebut.
Adapun
jenis risiko yang wajib dikelola bank adalah:
1. Risiko
Kredit
Risiko kredit diartikan sebagai
Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya
(PBI) atau Risiko kerugian yang berhubungan dengan kemungkinan bahwa suatu Counterparty
akan gagal untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya ketika jatuh tempo (Basel II).
2. Risiko
Pasar
Risiko yang muncul yang disebabkan
oleh adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang
dimiliki oleh Bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar dalam hal ini
adalah suku bunga dan nilai tukar serta termasuk perubahan harga option. Risiko
pasar antara lain terdapat pada aktivitas fungsional Bank seperti kegiatan
tresuri dan investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun
penyertaan pada lembaga keuangan lainnya, penyediaan dana, dan kegiatan
pendanaan dan penerbitan surat utang, serta kegiatan pembiayaan perdagangan.
3. Risiko
Operasional.
Risiko yang antara lain disebabkan
oleh adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal,
kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang
mempengaruhi operasional Bank.
Risiko
operasional melekat pada setiap aktivitas fungsional Bank, seperti kegiatan
perkreditan, treasury dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan
perdagangan, pendanaan dan instrumen utang, teknologi sistem informasi dan
sistem informasi manajemen dan pengelolaan sumber daya manusia.
4. Risiko
Likuiditas
Risiko yang antara lain disebabkan
karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu. Risiko
likuiditas dikategorikan menjadi:
a.
Risiko Likuiditas Pasar, yaitu risiko yang timbul karena Bank tidak mampu
melakukan Offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi
likuiditas pasar yang tidak memadai atau gangguan pasar (market disruption) .
b.
Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu
mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain.
5.
Risiko Hukum
Risiko
yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis
antara lain disebabkan oleh adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan
perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak
dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.
6. Risiko
Reputasi
Risiko
yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan
kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.
7. Risiko
Strategik.
Risiko
yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang
tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang
responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.
8. Risiko
Kepatuhan
Risiko
yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Didalam prakteknya risiko
kepatuhan melekat pada risiko bank yang terkait dengan peraturan
perundang-undangan seperti risiko kredit terkait dengan ketentuan KPMM, KAP,
PPAP, BMPK. Risiko Pasar terkait dengan Posisi Devisa Neto (PDN), risiko
strategik terkait dengan ketentuan rencana kerja dan anggaran tahunan (RKAT)
Bank dan risiko lainnya yang terkai dengan ketentuan tertentu. Mencermati
jenis-jenis risiko dan akibat yang ditimbulkannya bagi Bank, menuntut paradigma
baru bagi Bank tentang risiko perbankan. Jika dulu kita hanya mengenal risiko
kredit sekarang tidak cukup hanya dengan risiko kredit saja. Jika dulu
pemantauan risiko hanyalah merupakan fungsi auditor, sekarang merupakan tanggung
jawab Direksi.
Jika
dulu risiko hanya sebagai suatu faktor negatif yang harus dikontrol, sekarang
risiko diterjemahkan sebagai suatu opportunity bagi bank.
MEMINIMALISIR KREDIT BERMASALAH
Dalam kenyatan bisnis perbankan
sehari-hari, kasus kredit bermasalah tidak dapat dihindari secara mutlak, namun
setiap bank harus tetap berusaha untuk mencegah terulangnya kasus itu. Setiap
karyawan bank yang jabatannya berkaitan dengan kegiatan perkreditan harus
menyadari besarnya tanggung jawab untuk menekan sekecil mungkin risiko
munculnya kasus kredit bermasalah. Dengan perkataan lain, walaupun kegiatan
perkreditan memiliki sasaran untuk mengoptimalkan pendapatan bank, namun juga
harus dapat mengendalikan dan meminimalkan risiko terjadinya kasus kredit
bermasalah.
Upaya pengendalian dan meminimalkan
risiko timbulnya kredit bermasalah dapat dilaksanakan dengan jalan menerapkan
asas manajemen kredit yang sehat yang mencerminkan secara tegas penerapan
prinsip kehati-hatian.Agar dapat menerapkan asas manajemen kredit yang sehat,
Bank harus mempunyai organisasi yang sehat pula. Oleh karena itu, dalam
kebijaksanaan penyaluran kredit, wajib dicantumkan hal-hal yang bersangkutan
dengan organisasi perkreditan. Tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab dari
dewan komisaris, direksi dan karyawan lain yang berkaitan dengan penyaluran
kredit harus dinyatakan dengan tegas dan
jelas.
Agar tidak terjadi kasus kredit
bermasalah, bank harus berusaha menghindari kredit yang beresiko tinggi.
Sebelum pihak bank menyetujui pengajuan kredit dari calon debitur, terlebih
dulu diadakan analisa kredit secara cermat atas data-data usaha perusahaan dan
calon debitur.
Terjadinya kredit bermasalah sering
diawali dengan munculnya berbagai indikasi dan gejala (red flag). Oleh karena
itu sebagai banker harus mampu mengamati dan mendeteksi secara dini terhadap
timbulnya kredit bermasalah sehingga dapat mengambil tindakan pencegahan lebih
awal (proverentif).Tetapi hal ini lazim dalam dunia perbankan bahwa tak ada
satupun bank didunia ini yang tidak memiliki kredit bermasalah.Yang membedakan
antara satu dengan bank yang lain adalah prosentase NPL (Non-Performing Loan).
Dengan demikian persentase NPL yang paling rendah merupakan target setiap bank
yaitu dibawah 5%.
Beberapa
hal penting yang harus dilakukan oleh bank dalam menekan atau mengurangi
seminimal mungkin resiko pemberian kreditnya, adalah:
1. Penilaian/Analisis
terhadap Permohonan Kredit
Setiap permohonan kredit yang
diajukan oleh calon debitur, tentu harus dilakukan penilaian secara seksama
oleh pejabat bank. Terlebih lagi untuk pemberian kredit jangka panjang, seperti
kredit investasi misalnya. Mengingat semakin lama jangka waktu kredit, maka
semakin tinggi faktor ketidakpastiannya, sehingga semakin besar pula resiko
yang dihadapi bank.
Dalam
penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip 5 C
+ 1C, yang meliputi:
a. Character
Character atau watak debitur sangat
menentukan kemauan untuk membayar kembali kredit yang telah diterimanya. Namun
demikian, untuk mengetahui character seseorang itu tidak mudah. Oleh karena
itu, penilaian atas character debitur perlu dilakukan secara hati-hati dan
secermat mungkin. Informasi dari keluarga dan teman-teman dekat dari debitur,
serta informasi dari bank pemberi kredit sebelumnya adalah sangat penting.
Untuk mengetahui dan memperoleh
gambaran yang jelas tentang watak calon debitur ini, dapat dilakukan
usaha-usaha seperti: melakukan interview langsung terhadap calon debitur;
meneliti daftar riwayat hidupnya, mengetahui reputasi calon debitur berdasarkan
informasi dari ‘lingkungan’ usahanya, serta meneliti kegiatan dan
pengalaman-pengalaman usahanya.
b. Capacity
Capacity mengandung arti kemampuan
calon debitur dalam mengelola usahanya. Dengan demikian, capacity berkaitan
erat dengan kemampuan calon debitur dalam melunasi kreditnya. Unsur-unsur yang
dinilai untuk mengetahui kemampuan calon debitur antara lain meliputi penilaian
terhadap:
1. proyeksi arus kas;
2. proyeksi laporan keuangan;
3. pusat informasi kredit;
4. kemampuan manajemen;
5. kemampuan pemasaran;
6. kemampuan teknis; dan
7. kewajiban-kewajiban pada pihak lainnya.
c. Capital
Informasi mengenai besar kecilnya
modal (capital) perusahaan calon debitur adalah sangat penting bagi bank. Modal
yang dimaksudkan disini adalah modal sendiri (networth) atau nilai kekayaan
bersih yang dimiliki perusahaan, yang merupakan selisih antara total aktiva
dengan total kewajiban (utang). Semakin besar modal yang dimiliki perusahaan
merupakan cerminan keberhasilan perusahaan di masa lalu, dan ini tentunya
semakin baik dihadapan bank. Mengingat kredit bank hanya merupakan pelengkap
atau tambahan bagi pembiayaan kegiatan operasional perusahaan. Posisi modal
suatu perusahaan dapat dianalisis dari laporan keuangannya. Untuk mendapatkan
gambaran yang lengkap tentang modal perusahaan, maka bank harus melakukan
analisis terhadap laporan keuangan perusahaan selama paling tidak tiga tahun
periode akuntansi sebelumnya.
d. Collateral
Collateral (jaminan kredit)
merupakan setiap aktiva atau barang-barang yang diserahkan debitur sebagai
jaminan atas kredit yang diperoleh dari bank. Manfaat jaminan ini bagi bank
adalah sangat penting, sebagai ‘back up’ atas kredit yang diberikan kepada debitur.
Tujuannya adalah agar bank dapat memperoleh pelunasan kembali atas kredit yang
diberikan kepada debitur, apabila kelak debitur tidak mampu melunasi kreditnya
atau pun ingkar janji (wan prestasi). Atas jaminan yang diberikan oleh debitur,
maka perlu diperhatikan cara pengikatannya sesuai dengan hukum yang berlaku,
untuk menghindari sengketa yang kemungkinan muncul di kemudian hari.
e. Conditions
Yang dimaksud conditions disini
adalah keadaan perekonomian secara umum dimana perusahaan tersebut beroperasi.
Kondisi perekonomian sangat menentukan keberhasilan maupun kegagalan suatu
perusahaan. Oleh karena itu, bank atau dalam hal ini analis kredit, harus
mempertimbangkan keadaan perekonomian, dan proyeksi perekonomian selama jangka
waktu kredit yang diberikan.
f. Constraint
Dalam pemberian kredit, bank perlu
juga mengetahui dan mempertimbangkan hambatan (constraint) yang mungkin muncul
di lapangan. Bank perlu mengetahui tanggapan masyarakat setempat terhadap
rencana investasi yang akan dilakukan oleh calon debiturnya, karena bisa saja
masyarakat setempat menolak rencana investasi tersebut. Sebagai contoh seorang
debitur mengajukan kredit untuk membangun sebuah peternakan babi misalnya. Nah,
pihak bank perlu mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat setempat, apakah
menerima atau menolak kehadiran peternakan tersebut.
2. Pemantauan
Penggunaan Kredit
Setelah bank memutuskan untuk
memberikan kredit kepada debiturnya, bukan berarti bahwa tugas bank sebagai
perantara keuangan selesai sampai di situ, melainkan itulah awal mula tugas
bank yang sesungguhnya dalam penyaluran kredit. Bank senantiasa harus memantau
kredit yang telah disalurkannya. Apakah debitur benar-benar menggunakan
kreditnya sesuai dengan permohonan semula, atau digunakan untuk keperluan lain?
Bagaimana perkembangan dan prospek usaha debitur? Bagaimana keadaan
perekonomian nasional secara keseluruhan, kondusif atau tidak bagi perkembangan
usaha debitur? Dan pertanyaan-pertanyaan lain berkaitan dengan prospek kredit
yang telah disalurkan oleh bank. Pertanyaan-pertanyaan ini penting dijawab,
dalam rangka mengantisipasi kemungkinan tersendat atau macetnya kredit yang
telah disalurkan bank.
3. Jaminan
Kredit
Jaminan kredit (collateral) atau
agunan sebenarnya tidaklah mutlak sifatnya, tetapi perlu, guna mengantisipasi
kemungkinan tidak tertagihnya kredit yang disalurkan bank. Di samping status
dan kondisi jaminan, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh bank
adalah dalam cara pengikatannya. Pengikatan jaminan kredit ini harus sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini berkaitan dengan eksekusi jaminan,
apabila kelak debitur ingkar janji (wan prestasi) atau tidak mampu melunasi
kreditnya.
CARA PENYELESAIAN KREDIT
BERMASALAH
Untuk menyelesaikan dan
menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh usaha-usaha
sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal 222-223)
a. Rescheduling
(Penjadwalan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit hanya
menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang
(grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua
debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur
yang menunjukkan itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk
membayar atau melunasi kredit (willingness to pay). Di samping itu, usaha
debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas.
b. Reconditioning
(Persyaratan Ulang)
Yaitu perubahan sebagian atau
seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal
pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian
atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut
tidak termasuk penambahan dana atau injeksi dan konversi sebagian atau seluruh
kredit menjadi ‘equity’ perusahaan. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan
‘cooperative’ yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan
diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang.
c. Restructuring
(Penataan Ulang)
Yaitu
perubahan syarat kredit yang menyangkut:
Penambahan dana bank, atau Konversi
seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan atau
Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau
mengambil partner yang lain untuk menambah penyertaan.
d. Liquidation
(Liquidasi)
Yaitu penjualan barang-barang yang
dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi ini
dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut bank sudah
tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah
tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan
dengan menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan.
Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses penjualan barang jaminan dan
aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan eksekusi
atau pelelangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar