Mata Yopi, Emon, dan Fandy langsung silau saat
melihat pemandangan baru di sekolah mereka. Ada cewek manis sedang ngobrol
dengan teman-temannya di kantin.
“Pasti dia anak baru,” tebak Yopi.
“Sepertinya begitu, cewek cakep mana
sih yang nggak ketangkep sama mata kita?” sahut Emon yang punya nama asli Reza
tetapi dipanggil Emon karena mirip Doraemon. Kepalanya bulat, rambut depannya
lurus membentuk poni yang merata di dahi, badannya juga gemuk dan pendek.
“Ternyata dia yang disebut-sebut
jiplakannya Gita Gutawa,” kata Fandy.
Yopi dan Emon langsung memberondong
Fandy.
“Kamu udah tahu tentang dia? Siapa
namanya? Kelas berapa? Rumahnya di mana? Udah punya cowok belum?”
“Aku emang udah dengar beberapa
informasi tentang Adelia,” kata Fandy.
“Adel tuh anak berprestasi. Pinter
nyanyi, main music, nilai akademiknya juga rata-rata bagus,” jelas Fandy.
“Wah, sekolah kita mesti selamatan
nih. Nggak ada Gita Gutawa yang orisinil, jiplakan pun boleh. Lumayan kan
sekolah kita bisa terangkat?” komentar Emon.
“Kamu saja yang selamatan, traktir
kita berdua,” timpal Yopi.
“Besok kalau Adel udah jadian sama
aku.”
“Ge’er! Paling-paling nanti dia
kecantol sama Didan, si ketua Osis. Udah begitu kelasnya bersebelahan lagi,”
kata Fandy.
“Jadi Adel masih jomblo nih?” Tanya
Yopi dan Emon.
“Ya begitulah.”
“Kita mesti kenalan buat deketin
dia. Tapi gimana caranya?” tanya Emon.
Fandy segera menyahut, “Yang jelas
nggak mungkin saat Adel lewat di depan kita terus kita bilang, ‘Adel kenalan
yuk!’ Kalimat itu noraknya nggak ketulungan kan?”
Yopi dan Emon mengangguk setuju.
“Mending sekarang kita balik ke
kelas,” ajak Yopi. “Waktu istirahat hamper habis. Biasanya ide-ideku muncul
saat Bu Yana yang suaranya lemah lembut sedang mengajar.”
Tiga sekawan itu pun berjalan santai
menuju kelas.
“Yopi!” panggil seorang cewek dari
belakang. Ketiga cowok itu menoleh dan batin mereka berteriak histeris,
“ADEL??!!!”
Emon dan Fandy buru-buru mencekal
Yopi. “Katanya kamu belum tahu apa-apa? Nggak fair!” Emon dan Fandy bertanya
gusar.
“Peace man! Peace!” ucap Yopi
menenangkan kedua temannya. “Jangankan kalian, aku saja kaget setengah mati
setengah hidup Adel bisa tahu namaku.”
Yopi lalu berjalan mendekati Adel
dengan jantung deg-deg-pyur-byur. Sementara Emon dan Fandy mengikuti.
“Ada apa?” tanya Yopi.
“Ini dompetmu jatuh. Aku tahu dari
nama yang disulam rapi dimuka dompet. Sebenarnya aku asal manggil, nggak
tahunya bener.”
“Terima kasih.”
“Jayus ah, menjatuhkan dompet biar
bisa ditemukan Adel,” bisik Fandy.
“Enak saja,” elak Yopi sambil
memperlihatkan saku belakang celana
panjangnya. “Kemarin baru sobek separuh, nggak tahunya melebar sendiri.”
“Sulamannya halus, siapa yang
menyulam?” tanya Adel.
“Mamiku, hadiah ulang tahunku
kemarin,” jawab Yopi.
Sekarang gantian Emon yang berbisik
ke telinga Yopi. “Sulamannya kok pakai benang warna pink? Itu cocoknya buat
cewek. Norak tahu dompet kayak gitu dibawa-bawa.”
“Tadinya juga kutolak mentah-mentah,
tetapi mami memaksa. Akhirnya kuturuti. Eh, tidak tahunya bawa hoki!”
“Kalau gitu aku ke kelas dulu, ya?”
ujar Adel. Yopi buru-buru mencegah. “Eh, tunggu! Kita kan belum kenalan. Maksud
aku, kenalin nih sobat-sobatku, Emon dan Fandy.”
Adel lalu menyalami kedua sobat
Yopi.
“Kapan-kapan kita boleh main ke
rumah, tidak?” tanya Emon.
“OH, boleh. Boleh banget,” sahut
Adel.
Setelah Adel berlalu, tiga sekawan
itu ber-toast gembira. “Aku perhatikan dompet kamu biasa saja. Didalamnya diisi
jimat ya?” tanya Emon.
“Sembarangan! Cuma ada uang seribu
perak sama gambar Paris Hilton yang kupotong dari tabloid. Itu doang!”
Esok hari di sekolah, tiga sekawan
tampil beda. Inginnya sih supaya kelihatan lebih cool di depan Adel, tapi….
“Rambut kamu kan pendek Yop, kenapa
pakai gel segala? Jadi seperti landak gitu,” komentar Emon.
“Tau nih, tiba-tiba aku tidak pede
dengan rambutku,” kata Yopi sambil membubarkan ‘duri landak’ di kepalanya. “Eh aku mau ngomong sesuatu yang
penting,” kata Fandy. “Kita bertiga kan sepakat pedekate sama Adel dengan
sportif, makanya kita bikin jadwal main kerumahnya. Kita tanya Adel jam berapa
dan hari apa dia punya waktu luang. Dalam seminggu kita dapat jatah satu hari
buat pedekate sama Adel. So, kita tidak bakal ngecengin Adel dihari yang sama.
Setuju tidak?”
Yopi dan Emon langsung menepuk bahu
Fandy tanda setuju.
“Aku mesti pakai baju apa ya?” gumam
Yopi bingung. Dia membuka-buka majalah dan tabloid remaja milik adik
perempuannya. Yopi ingin mencontek gaya cowok-cowok beken kayak Samuel Zylgwyn
atau Dimas Beck, tetapi dia akhirnya hanya pakai t-shirt warna merah hati dan
celana jeans. Kalau terlalu gaya nanti dikira ingin konser, batin Yopi.
Tiba dirumah Adel, Yopi merasa canggung.
Entah kenapa ada yang kurang saat Emon dan Fandy tidak bersamanya.
Adel senang dengan kedatangan Yopi
karena sedikit-sedikit Yopi bisa main piano. Adel meminta agar Yopi sering main
kerumahnya.
Disekolah Yopi berpura-pura bahagia
saat menceritakan usaha pedekatenya. Padahal dalam hatinya sudah tidak ada lagi
niat untuk meraih hati Adel.
Seminggu berlalu, sore ini adalah
jadwal Yopi main kerumah Adel, tetapi Yopi malah pergi ke lapangan basket
sekolah tempat favorit tiga sekawan berkumpul. Saat Yopi memantul-mantulkan
bola dengan lesu, dia melihat Emon dan Fandy dari kejauhan datang mendekat.
“Eh, Yop! Sekarang kan jadwal kamu
kerumah Adel, kenapa malah disini?” tanya Fandy.
“Kalian sendiri ngapain disini? Mau
main basket? Kok tidak ngajak-ngajak aku?”
“Kamu gimana sih, tidak mungkin dong
kita mengganggu jadwal pedekate kamu,” kata Emon.
“Aku tidak mau pedekate lagi, soal
pacaran nanti dulu deh. Buat aku main sama kalian jauh lebih seru daripada main
kerumah Adel.”
Emon dan Fandy saling pandang. “Kok
sama?” ucap mereka. Yopi bengong.
“Kita juga ngerasain hal yang sama
seperti kamu. Aku dan Emon merasa kebersamaan kita jauh berkurang gara-gara
kepotong jadwal kerumah Adel.
“Tapi aku punya ide yang oke punya,”
ujar Yopi. “Mending jadwalnya kita mian kerumah Adel bareng, oke?”
“Oke banget!” sambut Fandy. “Kita
bikin kelompok belajar biar bisa ketularan pintarnya Adel.”
“Sekali-kali kita ajak Adel main
basket juga, pasti dia mau,” tambah Emon.
“Tentu saja” kata Yopi.
****
Oleh : Fita Apriana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar