Selasa, 07 Januari 2014

Cerpen "Meraih Hati Adel"

Mata Yopi, Emon, dan Fandy langsung silau saat melihat pemandangan baru di sekolah mereka. Ada cewek manis sedang ngobrol dengan teman-temannya di kantin.
            “Pasti dia anak baru,” tebak Yopi.
        “Sepertinya begitu, cewek cakep mana sih yang nggak ketangkep sama mata kita?” sahut Emon yang punya nama asli Reza tetapi dipanggil Emon karena mirip Doraemon. Kepalanya bulat, rambut depannya lurus membentuk poni yang merata di dahi, badannya juga gemuk dan pendek.
            “Ternyata dia yang disebut-sebut jiplakannya Gita Gutawa,” kata Fandy.
            Yopi dan Emon langsung memberondong Fandy.
        “Kamu udah tahu tentang dia? Siapa namanya? Kelas berapa? Rumahnya di mana? Udah punya cowok belum?”
            “Aku emang udah dengar beberapa informasi tentang Adelia,” kata Fandy.
        “Adel tuh anak berprestasi. Pinter nyanyi, main music, nilai akademiknya juga rata-rata bagus,” jelas Fandy.
            “Wah, sekolah kita mesti selamatan nih. Nggak ada Gita Gutawa yang orisinil, jiplakan pun boleh. Lumayan kan sekolah kita bisa terangkat?” komentar Emon.
            “Kamu saja yang selamatan, traktir kita berdua,” timpal Yopi.
            “Besok kalau Adel udah jadian sama aku.”
        “Ge’er! Paling-paling nanti dia kecantol sama Didan, si ketua Osis. Udah begitu kelasnya bersebelahan lagi,” kata Fandy.
            “Jadi Adel masih jomblo nih?” Tanya Yopi dan Emon.
            “Ya begitulah.”
            “Kita mesti kenalan buat deketin dia. Tapi gimana caranya?” tanya Emon.
            Fandy segera menyahut, “Yang jelas nggak mungkin saat Adel lewat di depan kita terus kita bilang, ‘Adel kenalan yuk!’ Kalimat itu noraknya nggak ketulungan kan?”
            Yopi dan Emon mengangguk setuju.
          “Mending sekarang kita balik ke kelas,” ajak Yopi. “Waktu istirahat hamper habis. Biasanya ide-ideku muncul saat Bu Yana yang suaranya lemah lembut sedang mengajar.”
            Tiga sekawan itu pun berjalan santai menuju kelas.
          “Yopi!” panggil seorang cewek dari belakang. Ketiga cowok itu menoleh dan batin mereka berteriak histeris, “ADEL??!!!”
          Emon dan Fandy buru-buru mencekal Yopi. “Katanya kamu belum tahu apa-apa? Nggak fair!” Emon dan Fandy bertanya gusar.
            “Peace man! Peace!” ucap Yopi menenangkan kedua temannya. “Jangankan kalian, aku saja kaget setengah mati setengah hidup Adel bisa tahu namaku.”
           Yopi lalu berjalan mendekati Adel dengan jantung deg-deg-pyur-byur. Sementara Emon dan Fandy mengikuti.
            “Ada apa?” tanya Yopi.
            “Ini dompetmu jatuh. Aku tahu dari nama yang disulam rapi dimuka dompet. Sebenarnya aku asal manggil, nggak tahunya bener.”
            “Terima kasih.”
            “Jayus ah, menjatuhkan dompet biar bisa ditemukan Adel,” bisik Fandy.
           “Enak saja,” elak Yopi sambil memperlihatkan  saku belakang celana panjangnya. “Kemarin baru sobek separuh, nggak tahunya melebar sendiri.”
            “Sulamannya halus, siapa yang menyulam?” tanya Adel.
            “Mamiku, hadiah ulang tahunku kemarin,” jawab Yopi.
            Sekarang gantian Emon yang berbisik ke telinga Yopi. “Sulamannya kok pakai benang warna pink? Itu cocoknya buat cewek. Norak tahu dompet kayak gitu dibawa-bawa.”
          “Tadinya juga kutolak mentah-mentah, tetapi mami memaksa. Akhirnya kuturuti. Eh, tidak tahunya bawa hoki!”
          “Kalau gitu aku ke kelas dulu, ya?” ujar Adel. Yopi buru-buru mencegah. “Eh, tunggu! Kita kan belum kenalan. Maksud aku, kenalin nih sobat-sobatku, Emon dan Fandy.”
            Adel lalu menyalami kedua sobat Yopi.
            “Kapan-kapan kita boleh main ke rumah, tidak?” tanya Emon.
            “OH, boleh. Boleh banget,” sahut Adel.
          Setelah Adel berlalu, tiga sekawan itu ber-toast gembira. “Aku perhatikan dompet kamu biasa saja. Didalamnya diisi jimat ya?” tanya Emon.
           “Sembarangan! Cuma ada uang seribu perak sama gambar Paris Hilton yang kupotong dari tabloid. Itu doang!”
          Esok hari di sekolah, tiga sekawan tampil beda. Inginnya sih supaya kelihatan lebih cool di depan Adel, tapi….
            “Rambut kamu kan pendek Yop, kenapa pakai gel segala? Jadi seperti landak gitu,” komentar Emon.
            “Tau nih, tiba-tiba aku tidak pede dengan rambutku,” kata Yopi sambil membubarkan ‘duri landak’ di kepalanya.       “Eh aku mau ngomong sesuatu yang penting,” kata Fandy. “Kita bertiga kan sepakat pedekate sama Adel dengan sportif, makanya kita bikin jadwal main kerumahnya. Kita tanya Adel jam berapa dan hari apa dia punya waktu luang. Dalam seminggu kita dapat jatah satu hari buat pedekate sama Adel. So, kita tidak bakal ngecengin Adel dihari yang sama. Setuju tidak?”
            Yopi dan Emon langsung menepuk bahu Fandy tanda setuju.
        “Aku mesti pakai baju apa ya?” gumam Yopi bingung. Dia membuka-buka majalah dan tabloid remaja milik adik perempuannya. Yopi ingin mencontek gaya cowok-cowok beken kayak Samuel Zylgwyn atau Dimas Beck, tetapi dia akhirnya hanya pakai t-shirt warna merah hati dan celana jeans. Kalau terlalu gaya nanti dikira ingin konser, batin Yopi.
           Tiba dirumah Adel, Yopi merasa canggung. Entah kenapa ada yang kurang saat Emon dan Fandy tidak bersamanya.
        Adel senang dengan kedatangan Yopi karena sedikit-sedikit Yopi bisa main piano. Adel meminta agar Yopi sering main kerumahnya.
            Disekolah Yopi berpura-pura bahagia saat menceritakan usaha pedekatenya. Padahal dalam hatinya sudah tidak ada lagi niat untuk meraih hati Adel.
            Seminggu berlalu, sore ini adalah jadwal Yopi main kerumah Adel, tetapi Yopi malah pergi ke lapangan basket sekolah tempat favorit tiga sekawan berkumpul. Saat Yopi memantul-mantulkan bola dengan lesu, dia melihat Emon dan Fandy dari kejauhan datang mendekat.
            “Eh, Yop! Sekarang kan jadwal kamu kerumah Adel, kenapa malah disini?” tanya Fandy.
            “Kalian sendiri ngapain disini? Mau main basket? Kok tidak ngajak-ngajak aku?”
       “Kamu gimana sih, tidak mungkin dong kita mengganggu jadwal pedekate kamu,” kata Emon.
           “Aku tidak mau pedekate lagi, soal pacaran nanti dulu deh. Buat aku main sama kalian jauh lebih seru daripada main kerumah Adel.”
            Emon dan Fandy saling pandang. “Kok sama?” ucap mereka. Yopi bengong.
          “Kita juga ngerasain hal yang sama seperti kamu. Aku dan Emon merasa kebersamaan kita jauh berkurang gara-gara kepotong jadwal kerumah Adel.
          “Tapi aku punya ide yang oke punya,” ujar Yopi. “Mending jadwalnya kita mian kerumah Adel bareng, oke?”
         “Oke banget!” sambut Fandy. “Kita bikin kelompok belajar biar bisa ketularan pintarnya Adel.”
            “Sekali-kali kita ajak Adel main basket juga, pasti dia mau,” tambah Emon.
            “Tentu saja” kata Yopi.

****


Oleh      :    Fita Apriana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar