Kamis, 29 Mei 2014

TINJAUAN UMUM HUKUM ATAS KEJAHATAN ASUSILA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUM

Nama: Erna Nur Elihidayah
NPM: 52213949
Kelas: 1DF02


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku syok dengan maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Tanah Air.
Hal itu diungkapkan SBY saat mempimpin rapat cabinet terbatas dikantornya, Kamis (8/5/2014). “Kita semua dikejutkaan dengan kejadian yang tentu membuat kita semua marah, syok, dan berbagai reaksi yang memang patut kalau itu terjadi. Yaitu kejadian kekerasan seksual terhadap anak,” ujar Presiden SBY.

Menurut SBY, kasus kekerasan seksual terhadap anak merupakan sesuatu hal yang sangat serius. “Seperti yang saya sampaikan saat pertama kali saya dengar insiden itu disebuah sekolah internasional di Jakarta,” tuturnya.

Dia mengatakan, kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak boleh dianggap biasa saja. “Ini masalah serius, tidak boleh dianggap biasa saja,” katanya. Pemberatan hukuman dengan pengebirian suntikan kimia bagi pelaku dewasa kekerasan seksual pada anak dinilai tak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini dinilai pantas, karena efek dari kekerasan seksual yang dialami anak-anak akan dirasakan seumur hidup.

Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, pengebirian suntikan kimia merupakan pemberatan hokum. Hal ini dirasakan, karena Undang-Undang (UU) No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang memberikan hukuman maksimal 15 tahun tidak berjalan efektif.

Kejahatan seksual yang melanggar hak-hak anak mungkin tak sepenuhnya tanggung jawab pelaku. Negara, keluarga, orang tua, sekolah, dan masyarakat juga punya tanggung jawab yang sama. Penjatuhan hukuman berat merupakan bentuk lepas tangan negara dan masyarakat yang membuat penjahat seksual leluasa mencari mangsa.

Karena itu, hukuman berat bagi pelaku saja juga tidak cukup. Hukuman juga harus memberikan efek jera panjang pada pelaku dan mendorong upaya pencegahan, baik oleh Negara maupun masyarakat, agar kejahatan serupa tak berulang. Tak komprehensif.
Nur mengatakan, rehabilitasi terhadap korban bisa menjadi alat yang efektif untuk memotong rantai kekerasan seksual di masyarakat. Tahap ini bukan hanya menjadi domain psikiater atau psikolog, melainkan orangtua yang lebih banyak waktu berinteraksi dengan anak punya andil paling besar.

Masyarakat dan Negara pun bertanggung jawab menciptakan lingkungan ramah anak. Nyatanya sehari-hari, anak-anak justru terpapar kekerasan verbal, emosional, fisik, dan seksual, termasuk dari lingkungan sekitar. “Lingkungan penuh kekerasan hanya akan melahirkan generasi yang menyelesaikan masalah dengan kekerasan pula,” tambah Nalini.

Banyak contoh yang dapat kita ambil dari nilai-nilai pancasila salah satunya sila ke-2. Di Indonesia saat ini banyak terjadi kasus asusila yang terjadi dan korbannya adalah para remaja. Canggihnya teknologi saat ini seperti jejaring social (facebook) digunakan orang-orang jahat untuk bisa melakukan asusila seperti pemerkosaan, pencabulan, dan lainnya, yang berdampak penyesalan dikemudian hari. Maka dari itu mulailah kita waspada dan menjaga diri kita agar tidak menjadi korban asusila. Menjauhkan pergaulan bebas, adalah salah satu kita terhindar dari perbuatan yang tidak benar dan tidak merugikan diri kita sendiri.

UU NO.23 TAHUN 2002
TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
Ketentuan umum
Pasal 1 – (2) Perlindungan anak adalah kegiatan untuk menjamin dan melindungi haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi sesuai dengan harkat dan martabat serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
(15) Perlindungan khusus adalah perlindungan diberikan kepada anak dalam situasi darurat anak yang berhadapan dengan kelompok minoritas dan terisotasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan kekerasan baik fisik atau anak yang menyandang cacat, dan anak korban salah perlakuan dan penerlantaran.

HAK DAN KEWAJIBAN ANAK

Pasal 4 – Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 8 – Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan social sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan social.
Pasal 9 – (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. (2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak penyandang cacatjuga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Pasal 10 – Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. [2]
Pasal 10 – Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
Pasal 12 – setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan social, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan social.


Sumber            :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar