NPM: 52213949
Kelas: 1DF02
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) mengaku syok dengan maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang
terjadi di Tanah Air.
Hal itu diungkapkan SBY saat
mempimpin rapat cabinet terbatas dikantornya, Kamis (8/5/2014). “Kita semua
dikejutkaan dengan kejadian yang tentu membuat kita semua marah, syok, dan
berbagai reaksi yang memang patut kalau itu terjadi. Yaitu kejadian kekerasan
seksual terhadap anak,” ujar Presiden SBY.
Menurut SBY, kasus kekerasan
seksual terhadap anak merupakan sesuatu hal yang sangat serius. “Seperti yang
saya sampaikan saat pertama kali saya dengar insiden itu disebuah sekolah
internasional di Jakarta,” tuturnya.
Dia mengatakan, kasus kekerasan
seksual terhadap anak tidak boleh dianggap biasa saja. “Ini masalah serius,
tidak boleh dianggap biasa saja,” katanya. Pemberatan hukuman dengan
pengebirian suntikan kimia bagi pelaku dewasa kekerasan seksual pada anak
dinilai tak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini dinilai pantas, karena
efek dari kekerasan seksual yang dialami anak-anak akan dirasakan seumur hidup.
Ketua Komisi Nasional (Komnas)
Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, pengebirian suntikan kimia
merupakan pemberatan hokum. Hal ini dirasakan, karena Undang-Undang (UU) No 23
Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang memberikan hukuman maksimal 15 tahun
tidak berjalan efektif.
Kejahatan seksual yang melanggar
hak-hak anak mungkin tak sepenuhnya tanggung jawab pelaku. Negara, keluarga,
orang tua, sekolah, dan masyarakat juga punya tanggung jawab yang sama.
Penjatuhan hukuman berat merupakan bentuk lepas tangan negara dan masyarakat
yang membuat penjahat seksual leluasa mencari mangsa.
Karena itu, hukuman berat bagi
pelaku saja juga tidak cukup. Hukuman juga harus memberikan efek jera panjang
pada pelaku dan mendorong upaya pencegahan, baik oleh Negara maupun masyarakat,
agar kejahatan serupa tak berulang. Tak komprehensif.
Nur mengatakan, rehabilitasi
terhadap korban bisa menjadi alat yang efektif untuk memotong rantai kekerasan
seksual di masyarakat. Tahap ini bukan hanya menjadi domain psikiater atau
psikolog, melainkan orangtua yang lebih banyak waktu berinteraksi dengan anak
punya andil paling besar.
Masyarakat dan Negara pun bertanggung
jawab menciptakan lingkungan ramah anak. Nyatanya sehari-hari, anak-anak justru
terpapar kekerasan verbal, emosional, fisik, dan seksual, termasuk dari
lingkungan sekitar. “Lingkungan penuh kekerasan hanya akan melahirkan generasi
yang menyelesaikan masalah dengan kekerasan pula,” tambah Nalini.
Banyak contoh yang dapat kita ambil
dari nilai-nilai pancasila salah satunya sila ke-2. Di Indonesia saat ini
banyak terjadi kasus asusila yang terjadi dan korbannya adalah para remaja.
Canggihnya teknologi saat ini seperti jejaring social (facebook) digunakan
orang-orang jahat untuk bisa melakukan asusila seperti pemerkosaan, pencabulan,
dan lainnya, yang berdampak penyesalan dikemudian hari. Maka dari itu mulailah kita
waspada dan menjaga diri kita agar tidak menjadi korban asusila. Menjauhkan
pergaulan bebas, adalah salah satu kita terhindar dari perbuatan yang tidak
benar dan tidak merugikan diri kita sendiri.
UU
NO.23 TAHUN 2002
TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK
Ketentuan
umum
Pasal
1 – (2) Perlindungan anak adalah kegiatan untuk
menjamin dan melindungi haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi sesuai dengan harkat dan martabat serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.
(15) Perlindungan khusus adalah
perlindungan diberikan kepada anak dalam situasi darurat anak yang berhadapan
dengan kelompok minoritas dan terisotasi, anak yang dieksploitasi secara
ekonomi dan atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan kekerasan baik fisik
atau anak yang menyandang cacat, dan anak korban salah perlakuan dan
penerlantaran.
HAK
DAN KEWAJIBAN ANAK
Pasal
4 – Setiap anak berhak untuk dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dan kekerasan dan
diskriminasi.
Pasal
8 – Setiap anak berhak memperoleh pelayanan
kesehatan dan jaminan social sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual,
dan social.
Pasal
9 – (1) Setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. (2) Selain hak anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak penyandang cacatjuga berhak
memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan
juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Pasal
10 – Setiap anak berhak menyatakan dan
didengar pendapatnya menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan
nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. [2]
Pasal 10 – Setiap anak berhak untuk
beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya,
bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya demi pengembangan diri.
Pasal
12 – setiap anak yang menyandang cacat berhak
memperoleh rehabilitasi, bantuan social, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan
social.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar